Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


 
IndeksIndeks  PortalPortal  PencarianPencarian  Latest imagesLatest images  PendaftaranPendaftaran  LoginLogin  

 

 Uang Rokok si Miskin Lebih Besar dari BLT

Go down 
PengirimMessage
ikhsan
Admin



Jumlah posting : 18
Join date : 06.02.08
Age : 33

Uang Rokok si Miskin Lebih Besar dari BLT Empty
PostSubyek: Uang Rokok si Miskin Lebih Besar dari BLT   Uang Rokok si Miskin Lebih Besar dari BLT Icon_minitimeSat Jan 03, 2009 7:12 am

Oleh
Siti Nuryati

Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2008 menunjuk Indonesia sebagai negara terbesar ketiga pengguna rokok di dunia, di bawah Cina dan India. Tercatat, lebih dari 60 juta penduduk Indonesia adalah perokok aktif. Adapun kematian akibat adiksi nikotin mencapai 1.172 jiwa per hari atau lebih dari 400 ribu orang per tahun. “Ini melebihi korban tsunami Aceh,” kata sosiolog Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo, dalam diskusi tentang rokok di Jakarta baru-baru ini. Angka itu pun melebihi kematian karena AIDS, tuberkulosis, dan malaria. Ironisnya, biaya kesehatan dan pendidikan orang miskin terdegradasi oleh konsumsi rokok, yang jauh lebih besar.
Survei Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) 2005 menunjukkan, orang miskin mengeluarkan biaya Rp 113 ribu per bulan, lebih besar dibanding bantuan langsung tunai (BLT) yang hanya sebesar Rp 100 ribu per bulan. Data itu juga menyebut, sekitar 12,43 persen pendapatan si miskin dialokasikan untuk rokok. Kaum miskin Indonesia mengalokasikan untuk rokok 15 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan untuk membeli daging (lauk-pauk), 8 kali lipat dari biaya pendidikan, dan 6 kali lebih besar dibanding biaya kesehatan (Tempo, 18/11/2008).
Kita semua tentunya prihatin melihat konsumsi rokok di kalangan remaja Indonesia usia 15-19 tahun yang naik 139,4 persen selama 1995-2004. Anak-anak telah dijadikan alat untuk memasarkan produk rokok dari korporasi internasional. Tak hanya laki-laki yang menjadi sasaran, tapi juga perempuan. Studi tentang perilaku merokok pada remaja dan wanita muda yang dilansir Koalisi untuk Indonesia Sehat beberapa waktu lalu juga menyebutkan, 34,75 persen perempuan berusia 13-15 tahun mengaku mudah mendapatkan rokok. Setelah dibagi tiga kelompok usia, ternyata merokok pernah dijajal oleh 21,44 persen remaja perempuan berusia 16-19 tahun dan 25,84 persen wanita muda usia 19-25 tahun. Rata-rata mulai bersentuhan dengan rokok saat berusia 14-15 tahun.

230 Miliar Batang
Para orang tua sebenarnya turut memberikan andil dalam persoalan rokok ini. Hasil Susenas 2001 menyebutkan, minimal satu orang dalam setiap keluarga Indonesia, merokok. Jika dipersentasekan, sebanyak 57% penduduk Indonesia merokok.
Parahnya lagi, hampir seluruh perokok, atau 91,8%, mereka juga merokok di rumah ketika seluruh anggota keluarganya berada di rumah. Sehingga diperkirakan 97 juta orang penduduk negeri ini secara rutin terpapar asap tembakau di rumah mereka, sebanyak 43 juta di antaranya adalah anak-anak. Mereka telah menjadi tumbal bagi ‘dosa’ yang diperbuat orang dewasa.
Dan hal yang tak kalah seriusnya adalah ketika pada usia anak-anak, akses mereka terhadap rokok (menjadi perokok aktif) seolah menemukan jalannya. Survei yang dilakukan Universitas Padjadjaran (1978) melaporkan usia pertama kali merokok pada anak kala itu adalah 12 tahun. Sebelas tahun kemudian, penelitian Universitas Airlangga (1989) melaporkan fakta baru bahwa angka 12 itu telah bergerak ke angka delapan tahun. Terbaru, penelitian yang dilakukan bersama antara Universitas Andalas, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Pad-jajaran, usia anak pertama kali merokok telah menyentuh angka tujuh tahun. Dan sebuah survei yang digelar tahun lalu, menyebutkan sebesar 37,3 persen pelajar dilaporkan biasa merokok; tiga dari sepuluh pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur di bawah sepuluh tahun.
Konsumsi rokok di Indonesia dalam 30 tahun terakhir meningkat tajam, dari 33 miliar batang per tahun pada 1970, menjadi 230 miliar batang pada 2006. Prevalensi merokok di kalangan orang dewasa meningkat 26,9 persen pada 1995, menjadi 35 persen pada 2004. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik, jumlah perokok pemula (5-9 tahun) meningkat 400 persen, yakni dari 0,8 persen (2001) menjadi 1,8 persen (2004). Dalam periode yang sama, terjadi pula peningkatan jumlah perokok usia 10-14 tahun sebesar 21 persen, yakni dari 9,5 persen menjadi 11,5 persen dari jumlah anak dalam rentang usia tersebut. Peningkatan jumlah perokok juga terjadi pada kelompok usia 15-19 tahun, yakni dari 58,9 persen menjadi 63,9 persen dari jumlah anak dalam rentang usia itu.

Peraturan Perundang-undangan
Propaganda dan iklan rokok dikemas sedemikian menarik. Secara global, industri tembakau mengeluarkan lebih dari US$ 8 miliar setiap tahun untuk iklan, pemberian sponsor untuk promosi. Kegiatan promosi melalui kegiatan remaja mereka percaya secara tidak langsung dapat mendorong kaum muda untuk bereksperimen dengan tembakau dan mencoba merokok. “Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok,” demikian tulis sebuah produsen rokok internasional sebagaimana dikutip jurnal WHO. Sebetulnya, Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2003 telah melarang pembagian produk contoh secara gratis. Namun fakta di lapangan, pembagian kupon diskon dan penjualan rokok batangan masih sering terjadi. Tentu ini memperbesar akses remaja dan anak terhadap rokok, apalagi hingga kini tak sedikit media cetak atau elektronik yang masih enggan mempromosikan pesan-pesan pengendalian tembakau karena khawatir akan kehilangan pendapatan dari iklan rokok.
Masalah rokok yang terkait dengan kesehatan di Indonesia memang sulit ditangani. Salah satu penyebabnya karena hingga kini Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Selain itu, Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatur upaya perlindungan anak di bawah 18 tahun dari bahaya rokok. Malah dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2002 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, tidak ada satu pun pasal yang melarang penjualan rokok kepada anak di bawah umur.
Kendati Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak telah disahkan tahun 2002, sampai saat ini Indonesia belum mempunyai peraturan yang melarang anak-anak merokok. Pasal 59 UU Perlindungan Anak, memang menegaskan kewajiban negara untuk melindungi anak-anak dari zat adiktif. Namun, tidak ada peraturan rinci yang mengatur langkah-langkahnya. Tak hanya itu, Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengendalian Masalah Tembakau yang ditujukan untuk memberi perlindungan kepada kelompok rentan terutama generasi muda dari bahaya rokok pun hingga kini belum berhasil diundangkan, dengan gagalnya RUU tersebut masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2006 maupun 2007
Kembali Ke Atas Go down
https://ikhsan.indonesianforum.net
 
Uang Rokok si Miskin Lebih Besar dari BLT
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» fatwa mui tantang rokok

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
 :: Tentang Ikhsan :: History-
Navigasi: